
Penghargaan untuk mereka yang telah mengantarkan saya ke titik Ph.D
Beberapa bulan sebelum saya memulai petualangan sekolah Ph.D di Amerika, Ibu saya meninggal di Mekah ketika berhaji. Beberapa hari sebelum ia meninggal, ia menelpon bahwa ia telah memanjatkan doa khusus untuk kesuksesan studi saya di Amerika dari depan Ka’bah. Saya tidak bisa melihat jenazahnya, juga tidak bisa mengunjungi kuburannya.
Enam tahun kemudian, ketika saya hampir menyelesaikan pendidikan doktoral saya di Amerika dan harus pulang ke Jakarta, Ayah saya meninggal dunia. Saya dan keluarga waktu itu masih berada di dalam karantina. Ayah saya telah menunggu untuk melihat cucunya yang lahir di Amerika. Tapi kita tidak bisa bernegosiasi dengan nasib. Coronavirus menggerogoti badannya dengan cepat. Ia meninggal dalam kesendirian. Lagi-lagi saya tidak bisa melihat jenazah Ayah saya dan baru bisa berziarah satu bulan setelah ia meninggal.
Disertasi ini terutama saya hadiahkan kepada dua orang tua saya. Mereka telah membesarkan anak-anaknya dengan pertaruhan dan harapan yang sangat besar pada pendidikan. Meski mereka tidak bisa menyaksikan pencapaian ini, saya tahu mereka meyakini bahwa pada waktunya saya akan berada di ujung pencapaian cita-cita pendidikan formal. Untuk Abah Ending dan Nek Oom, terimakasih banyak atas semesta usaha yang telah kau curahkan untuk pendidikan anak-anakmu.
Istri saya adalah pendamping yang luar biasa. Ketika memutuskan untuk keluar dari zona nyaman dan kembali sekolah sekitar enam tahun lalu, ia serta-merta mendukung saya. Ia tahu ia akan menghadapi kehidupan pas-pasan sebagai pelajar: kondisi yang penuh kesederhanaan meski juga penuh suka. Ia dengan sabar melalui naik-turun petualangan. Untuk istriku, Euis Misrokah, Amartya, Yarra dan Regyan, terima kasih banyak telah menamani bersama perjalanan jihad pendidikan ini. Jangan khawatir, Inshaallah kita akan berpetualang lagi, nanti.
Tentu saya sangat berterimakasih dan berhutang budi kepada pembimbing utama saya Khaled Abou El Fadl, seorang raksasa otoritas di bidangnya. Pemikirannya telah mempengaruhi perjalanan pemikiran saya sejak dulu kuliah S1 di Ciputat. Saya mengenal pemikirannya dari buku-buku terjemahan ketika aktif di forum studi FORMACI di Ciputat.
Ketika kembali dari sekolah master di Melbourne dan saya bekerja untuk ICRC, ketertarikan saya pada pemikirannya semakin tumbuh. Bukunya Rebellion and Violence menjadi rujukan utama untuk kehidupan profesional saya sebagai penasihat untuk urusan konflik di dunia Muslim.
Ketika mencari calon pembimbing untuk sekolah doktoral, saya tidak melirik kampus lain selain UCLA karena satu alasan: saya hanya mau belajar kepada dia. Untuk Ustadh Abou El Fadl, terima kasih atas bimbingan, inspirasi, pertolongan dan dukungan selama ini. Kepada Grace Song, istri Profesor Abou El Fadl, saya juga ingin mengucapkan terimakasih. Semoga mentoring ini tidak berakhir dengan berakhirnya pendidikan saya di bawah bimbingannya di UCLA.
Saya juga berterimakasih yang setulus-tulusanya kepada dua orang pembimbing lain, Professor Intisar Rabb dari Harvard Law School dan Profesor Stephen Gardbaum (UCLA). Keduanya adalah juga nama besar dan otoritas di bidang hukum Islam dan hukum perbandingan. Terimakasih atas komentar, masukan dan padangannya. Semua itu semakin mempertajam argumen dalam disertasi saya.
Di Jenewa dan ICRC saya harus menyebut Ameur Zemmali, Irenee Herbert, Andrew Bartles-Smith, Charlie, Dominic, Ahmed al-Dawoody, Novri, Nash, Melaati dan semua tim Glob dan ICRC Jakarta. Bersama mereka minat saya untuk studi ini tumbuh pertama kali.
Semasa hidup di Los Angeles, saya merasa dibantu dalam segala urusan kehidupan baik oleh komunitas Muslim LA di Mesjid At-Tohir maupun oleh team di Konsulat Jenderal RI di Los Angeles. Kepada mereka semua saya ucapkan terimakasih.
Juga kepada kawan-kawan sepenginapan, sepetualangan di LA, IDOLA Asik-asik, saya bersyukur pernah bersama mereka. Semoga petualangan seru di musim panas atau di sela-sela libur Thanksgiving bisa kita ulangi kembali suatu saat.
Tidak kalah penting, saya beryukur di Ciputat memiliki mentor seperti Prof. Azyumardi Azra yang selalu bersedia memberikan rekomendasi, Prof. Saiful Mujani, kakak yang selelu ringan tangan membantu apapun, Prof. Ali Munhanif, Ihsan Ali-Fauzie, Prof. Muhamad Ali yang sekarang merantau di Riverside, team di PPIM, kolega di FSH UIN Jakarta, anak-anak FORMACI dan HMI. Kepada mereka saya berhutang budi selamanya.
Terakhir, semua ini hampir tidak mungkin terwujud tanpa bantuan beasiswa penuh dari LPDP Indonesia. LPDP adalah lembaga beasiswa dengan tugas mulia: mewujudkan SDM Indonesia yang unggul. Semoga LPDP istiqomah dan kita semua bisa mewujudkan cita-cita Indonesia maju.
Tentu ada banyak nama dan lembaga yang sama pentingnya yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu dalam catatan ini. Kepada semua kawan, keluarga dan kerabat, saya ucapkan terima kasih atas doa dan dukungannya.
(Catatan setelah Defense Disertasi di UCLA Law School pada 23 September 2021).


One Comment
Iman Nurfatoni
Selamat kang..saya iman nurfatoni ti kuningan pernah LK 2 bareng di ciputat…saat itu saya di imm jabar juga sama kakanya kang luki