Indonesia, jangan main-main dengan Corona.

Saya bukan siapa-siapa. Tapi tugas saya sebagai rakyat sekarang adalah berteriak sekencang-kencangnya agar didengar para pemangku kebijakan.

Mari berteriak bersama: “Indonesia, jangan main-main dengan Corona!” Ulangi terus biar didengar. Biar kita semua wasapada

Jangan anggap Corona ini tidak berbahaya karena tidak mematikan. Bayangkan, virus ini bisa menjangkiti orang seantero planet dalam waktu sekejap. Betapa ia sakti mandraguna.

Mungkin benar tingkat kemampuan membunuh virus ini cukup rendah, antara 2-4% dari total orang terjangkiti. Tapi senjata utama Corona bukan di situ. Senjata utamanya adalah kelicikan menyebar diam-diam secara amat cepat.

Coba bayangkan skenario ini: jika di sebuah kota yang terjangkiti berjumlah 10,000 orang. Sebagian besar, sekitar 80%, akan merasakan gejalan ringan seperti batuk dan sakit tenggorokan.

Tapi dari 10,000 orang itu akan ada 20% yang menderita cukup parah dan membutuhkan perawatan di rumah sakit. Itu artinya akan ada 2000 orang yang harus dirawat. Rumah sakti di kota itu butuh 2000 tempat tidur, ventilator, infus. Entah berapa ribu masker, alat suntik, alat tes, yang dibutuhkan. Dokter dan perawat pasti tidak tidur.

Dari 2000 yang ditangani secara medis, 4% (sekitar 80 orang) akan meninggal. Jika peralatan medis tidak memadai, jumlah yang meninggal dipastikan akan lebih tinggi. Itulah kenapa WHO begitu khawatir jika virus ini mewabah di negara-negara miskin dan berkembang. Kemampuan sistem kesehatan negara-negara itu dikhawatirkan tidak akan mampu menanganinya.

Tapi kota mana yang siap menapung orang sakit bersamaan dalam jumlah yang banyak seperti itu? Tidak di China, tidak di Italia, tidak di Amerika. Kalau ini menimpa Indonesia, saya hanya bisa membayangkan kengeriannya.

Saya tidak sedang menakut-nakuti. Tapi hanya ingin mengingatkan bahwa urusan Corona ini cukup serius. Ia virus yang cerdas. Agar terkenal, ia serang dulu orang-orang tenar. Tom Hank, artis top Hollywood, tiba-tiba terjangkiti. Istri perdana menteri Canada ia serang. Beberapa anggota kabinet, menteri dan penasehat Presiden Iran sakit dan meninggal. Sekarang menteri Perhubungan Indonesia, Pak Budi, harus diisolasi.

Lah kalau orang-orang top seperti mereka yang punya standar hidup lebih higenis, sehat, dan lebih terjaga bisa terjangkiti, apalagi kita-kita!

Buang jauh-jauh pikiran Corona takut matahari dan takut gerah. Atau Corona tidak akan menjangkiti orang yang sering wudu, qunut dan sukan minum susu kuda liar. Virus ini tidak peduli agama dan keyakinan.

***

Apa yang harus dilakukan pemerintah? Saya bukan ahlinya. Tapi initinya Jokowi dan Mak’ruf Amin harus lebih serius. Jangan mikir ambil untung ekonomi ketika melihat negara lain tersungkur. Jangan mikir dulu bagaimana menyelamatkan ekonomi. Pikirkan dulu bagaimana menyelamatkan nyawa. Ekonomi akan lumpuh dengan sendirinya jika kasuanya seperti Italia! Semua akan kena kalau tidak waspada.

Belajar saja sama Singapura dan Korea yang dianggap berhasil mengerem laju virus. Juga Vietnam. Korea melakukan metode agressif testing. Puluhan ribu dia tes setiap hari. Yang positif diikuti dan diawasi. Yang parah ditangani.

Bisa juga model karantina (lock down) ala Wuhan dan Italia sekarang. Los Angeles tempat saya tinggal juga mulai menerapkan karantina dengan lebih terbatas. Sekolah, kampus, mejid dan gereja ditutup untuk dua minggu. Orang-orang disuruh tinggal di dalam rumah sebisa mungkin. Model ini terpaksa dilakukan jika kasus sudah diatas lebih 1000 orang.

Kenapa karantina dan lockdown? Tujuannya agar memperlambat penyebaran virus.

Ingat, senjata utama Corona adalah kemampuanya menyebar secara diam-diam sengan sangat cepat. Eksponensial. Jika minggu ini ia menyerang 1000 orang, dalam dua minggu ke depan, jika tanpa lock down atau social distancing, kasusnya bisa bertambah menjadi 4000.

Dengan menghentikan semua kegiatan publik seperti sekolah, kampus, jum’atan, konferensi dan lain-lain, senjata utama Corona bisa kita tangkal.

Juga dengan memperlambat penyebaran itu, kita bisa membunuh Corona. Inkubai virus itu sangat pendek jika tidak berada dalam tubuh manusia.

Yang paling penting, lock down membuat jumlah kasus lebih sedikit. Jika jumlah lebih sedikit, rumah sakit masih bisa menangani kasus-kasus berat.

Ayo berteriak yang kencang sekali lagi: #indonesia jangan main-main dengan Corona.

Leave a Reply

%d bloggers like this: