Surat Sakti Dari Kak Edi.

Ketika Profesor Azra menjabat sebagai Rektor UIN Jakarta, saya baru masuk kuliah di kampus itu. Prof. Azra pula yang memindahkan tali di topi wisuda saya. Jadi umur saya dengen Kak Edi, begitu beliau disapa oleh para juniornya, terpaut sangat jauh. Karena itu cerita saya tentang Kak Edi lebih baik dimulai di masa menjelang saya lulus kuliah.

***

Karena cukup aktif di kampus, menjelang lulus kuliah saya sering diajak terlibat dalam kegiatan-kegiatan di lembaga penelitian. Seorang dosen yang kebetulan waktu itu menjabat sebagai sekretaris Lembaga Penelitian meminta saya terlibat dalam sebuah proyek penulisan buku dan beberapa seminar. Saya diminta membuat draft proposal dan lain-lain.

Setelah berjalan beberapa lama, dalam rangka persiapan kegiatan itu, saya diajak bertemu dengan seseorang dari sebuah perusaahan besar yang akan memberikan grant untuk acara tersebut. Pak Yusuf, bos perusahaan yang akan memberikan grant untuk kegiatan itu, adalah seseorang yang sangat tertarik dengan kajian spiritualitas timur dan dialog peradaban.

“Saya sudah beberapa tahun ingin mengundang Professor Tu Weimng dari Harvard. Tapi belum berhasil. Sampai akhirnya saya minta Professor Azyumardi Azra, atas nama UIN Jakarta, bersedia mengundang Tu Weiming ke Indonesia. Pak Azra itu surat dan undangannya selalu sakti.” begitu kira-kira ucapan Pak Yusuf. Tu Weiming adalah pakar paling otoritatif dalam studi filsat timur dan Konfusianisme.

Acara pembuatan buku dan beberapa seminar yang di hadiri Tu Weiming itu berhasil, salah satunya karena surat sakti Kak Edi

***

Saya merasakan ampuhnya surat sakti Kak Edi ketika akan studi ke Melbourne, Australia dan UCLA Law School, Amerika. Saya bisa belajar di dua kampus bergengsi itu, karena surat rekomendasi dari Kak Edi.

Menjelang lulus kuliah, sekitar tahun 2006, secara kebetulan pemerintah Australia menggelontorkan banyak program beasiswa untuk pelajar Indonesia. UIN Jakarta secara khusus dijadikan lembaga yang akan mendapatkan kuota pertahun selama kandidatnya memenuhi kualifikasi. UIN masuk ke dalam ‘targetted institution’.

Prof. Azra tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini untuk anak-anak muda Ciputat. Ia mendorong anak-anak muda, terutama para aktivis, untuk mendaftar. Karena tahu bahasa Inggris para aktivis itu pas-pasan, ia meminta Pusat Bahasa untuk menyediakan kursus bahasa Inggris secara khusus untuk para calon penerima beasiswa Pemerintah Australia.

Inisiatif Kak Edi, lagi-lagi teruji sakti. Seingat saya, dalam tiga atau empat gelombang, puluhan anak muda dari UIN Jakarta berangkat ke Australia. Salah satu yang beruntung itu adalah saya. Diantara yang berangkat waktu itu adalah Burhanuddin Muhtadi, Andi Syafrani, Ahmad Dhiaulhaq (sekarang di Kyoto), dan lain-lain.

Pada tahun 2009 saya studi di Melbourne. Dan saya tiba di sana selain karena inisiatif pengayaan bahasa, juga karena surat rekomendasinya yang sakti dari Kak Edi.

***

Saya sudah menunggu kedatangan rombongan itu sekitar 15 menit. Saya mengobrol ringan dengan Profesor Khaled Abou El Fadl, pembimbing Ph.D saya, di ruangannya. Seminggu sebelumnya dia mengabari akan ada tamu dari Indonsia. Dan karena itu saya diminta untuk hadir mendampinginya.

Prof. Khaled bertanya latar belakang para tamu yang akan ditemuinya. Saya jelaskan secara singkat satu persatu.

“Oh, semuanya orang sangat penting?” timpal Prof. Khaled ketika saya selesai menerangkan siapa mereka.

“Siapkan beberapa buku saya,” lanjutnya. Saya mengambil 4 bukunya yang terbaru, Reasoning with God. Prof. Khaled tahu pemikirannya banyak dibaca di Indonesia. Hampir semua bukunya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Buku-bukunya itulah yang mengantarkan saya bisa langsung belajar dibawah bimbingannya di kampus UCLA.

Ketika panitia mengabarkan rombongan sudah tiba di depan gedung fakultas hukum UCLA yang asri itu, saya segera turun ke lantai bawah. Kami sudah janjian akan bertemu di salah satu ruangan di fakultas hukum UCLA. Namun karena gedung itu besar sekali, saya merasa harus menjemput mereka. Saya bergegas ke hall bawah, ruangan memanjang yang menyambungkan pintu masuk dengan perpustakaan di sebelah kanan dan kelas-kelas di sisi lain.

Dari ujung lorong gedung fakultas hukum yang megah dan luas itu, saya melihat 5 orang sedang menunggu. Mereka sedang asik membaca informasi yang ditampilkan dari layar di gital. Mereka belum sadar saya datang menjemput sampai saya berjalan di pertengahan hall, mendekat ke arah mereka.

“Eh, Zezen….” suara itu sedikit memekik memanggil saya. Kak Edi dari jauh memanggil saya ketika ia melihat saya bergegas ke arahnya.

Saya semakin laju melangkah, dengan wajah sumringah.

“Alhamdulillah bisa berjuma. Ini mahasiswa saya, dosen UIN Jakarta yang sedang Ph.D di sini.” Kak Edi memperkenalkan saya dengan penuh bangga kepada rombongan. Di antara mereka ada Prof. Amin Abdullah dan Prof. Ali Shihab.

“Saya mahasiswa Prof. Azra, Bapak-bapak. Saya bisa sampai sini karena rekomendasi Prof. Azra. Alhamdulillah ini tahun ke dua saya di UCLA.” Saya memperkenalkan diri kepada para rombongan.

Rombongan itu berjumlah 4 orang dengan satu orang pengantar dari pihak panitia. Kunjungan itu diinisiasi oleh Leimina Institute, sebuah lembaga swadaya masyarakat di Jakarta.

Prof. Khaled telah menunggu di ruang pertemuan dan kami segera bergegas ke lantai 3. Sambil jalan, Kak Edi menanyakan kabar studi saya. Juga bertanya apakah betah tinggal di LA. Dari obrolan itu saya tahu beberapa tahun sebelumnya beliau ternyata mejadi Profesor tamu di Southeast Asian Studies di UCLA. Kebetulan gedung fakultas hukum bersebelahan dengan gedung tempat dulu Prof. Azra mengajar sebagai dosen tamu.

***

Profesor Azra memiliki perhatian luar bisa bagi kaderisasi intelektual. Dan perhatian itu ia wujudkan dalam bentuk yang real, pragmatis dan terukur. Ia mungkin orang yang paling sering memberikan rekomendasi untuk sekolah dibanding senior-senior yang lain. Dan saya kira hampir semua surat rekomendasinya itu sakti. Saya merasakan tuahnya dua kali. Jika Prof. Azra meninggalkan banyak legacy, salah satu yang paling penting adalah tumbuhnya tunas-tunas intelektual muda yang ia lahirkan.

Selamat jalan Kak Edi. Dua kali saya diantar Kak Edi berkelana menelusuri dunia. Izinkan kali ini saya mengantar Kak Edi untuk yang terakhir kali beristirahat di tempat penuh kemulyaan di sisi-Nya.

Leave a Reply

%d bloggers like this: