Perihal Gelar SJD Saya

Setelah hampir lebih enam bulan saya lulus dari Fakultas Hukum UCLA, gelar yang kadang harus disematkan pada nama saya untuk urusan birokrasi pendidikan masih saja menyimpan misteri. Gelar itu penuh teka-teki. Gelar S.J.D masih sangat asing bahkan bagi kalangan akademisi di kampus sekalipun.

“SJD itu apa, Mas?” Pertanyaan itu berkali-kali saya terima.

Ketika berkunjung ke sebuah kampus Katolik di Yogyakarta di mana banyak dosennya yang berasal dari Ordo Jesuit, setengah berkelakar mereka bertanya apakah saya juga anggota Jesuit. S.J dalam dunia akademik kita biasanya disematkan untuk singkatan Serikat Jesuit, sebuah gelar untuk para sarjana Katolik dari Ordo Jesuit.

“Serikat Jesuit Djogjakarta?” Tanya mereka lagi sambil terkekeh.

“Yang tepat adalah Serikat Jesuit Depok,” timpal saya ketika gelak tawa belum selesai. Timpalan saya membuat tawa riang itu bertambah panjang.

“Iya, cocok karena anda dari kampus UIII Depok.”

S.J.D. tentu saja bukan singkatan dari Serikat Jesuit Depok. SJD adalah singkatan dari Science of Juridical Doctor, atau Doktor Ilmu Hukum dalam bahasa Indonesia. SJD hanya dikenal dalam nomenklatur pendidikan di Amerika–juga mungkin Ingris dan Australia yang sama-sama memakai sistem hukum Inggris. SJD adalah gelar untuk strata tiga (S3) atau pendidikan doktor di Fakultas hukum di Amerika.

Saya mungkin salah satu orang pertama (atau mungkin satu-satunya) di lingkungan perguruan tinggi Islam (PTKI) yang bergelar SJD. Rata-rata sarjana dari PTKAI mengambil program doktoral di bidang sosial humaniora atau Studi Agama, meski penelitian mereka tentang hukum Islam. Karena itu gelarnya PhD. Atau bisa jadi studi doktoral hukum namun di negara dengan sistem yang berbeda (tidak memakai model SJD). Untuk kasus saya, core discipline yang saya ambil linear di fakultas hukum dari S1 sampai S3.

Lantas kenapa tidak pakai Ph.D? Di sebagian besar Fakultas Hukum di Universitas Amerika, untuk gelar tertinggi (terminal degree) bidang hukum sudah lama menggunakan SJD. Sebagian masih memakai PhD in Law meski menawarkan juga SJD, seperti di Yale Law School. PhD hukum di beberapa kampus yang masih menawarkannya biasanya dilakukan dengan model joint degree dengan fakultas lain. Yang murni di bawah Fakultas Hukum sebagian besar memakai SJD.

Yang kadang membingungkan, di Amerika, untuk gelar hukum sekarang sudah tidak mengenal Bachlor (S1). Jadi tak seperti di Eropa dan di negara lain, di Amerika, S1 (undergraduate) hukum sudah lama dihilangkan. Artinya, jika anda mau masuk fakultas hukum, anda harus menempuh dulu S1 di bidang apapun dan lantas mendaftar di fakultas hukum untuk studi lanjut. Ada dua pilihan: LL.M (Master in Law) dan JD (Jusris Doctor).

Tambah bingung? Apa bedanya JD dengan SJD yang baru saja saya gondol.

Panjang ceritanya. Tapi kalau mau disederhanakan, JD ini gelar untuk para praktisi hukum (pengacara, penuntut atau hakim dan pekerjaan administratif lain). Studi hukum di Amerika sangat berorientasi pada dunia profesional. Law is about money. Pengacara di Amerika adalah profesi prestisius dan banyak uang. Sebagian besar mahasiswa Amerika masuk Fakultas Hukum, ambil JD, degan orientasi yang sangat praktis-pragmatis: nyari uang. Karena itu, sistem pendidikan hukum dan kurikulum di program JD sangat practically oriented. Mereka juga tidak perlu menulis disertasi atau tesis. Paling-paling selama studi yang lamanya 3 tahun itu mereka diwajibkan menulis dua makalah panjang.

Berbeda dengan JD, SJD lebih beorientasi teoritis dan akademis. Para calon dosen, orang-orang yang ingin berkarier dalam dunia akademik hukum mengambil gelar SJD. Namun untuk mengambil SJD, anda harus memiliki gelar Starta 2 seperti LL.M. Karena itu untuk jalur orientasi akademik dunia hukum, jalurnya adalah LLB-LLM-SJD.

Apakah yang sudah punya JD bisa ambil SJD? Secara teoritis bisa. Tapi jarang sekali terjadi. Anak JD biasanya ambil studi di bidang lain (non Law) untuk ambil PhD jika ingin berkarier secara akademik. Atau dalam banyak kasus, JD sudah lebih dari cukup untuk berkarir secara akademik di kampus dengan syarat ia memiliki penalaman praktis.

Karena itu, dalam banyak kasus, sebagian besar mahasiswa SJD di Amerika adalah mahasiswa asing dari luar Amerika, terutama dari para pelamar yang memiliki gelar magister hukum (LL.M). Jika ingin linear dan tidak ingin masuk ke disiplin ilmu lain seperti humaniora atau ilmu sosial-politik, mereka akan masuk di fakultas hukum. Dan karena itu jenjang studi yang dipilih adalah SJD.

Secara praktis, SJD hampir sama dengan PhD. Untuk memudahkan, SJD adalah Ph.D in Law. Istilah ini dipakai bahkan oleh kalangan fakultas hukum sendiri untuk memudahkan. Untuk menyelesaikan SJD, sama dengan PhD, mahasiswa harus mengikuti dahulu perkuliahan selama 3-4 semester. Setelah itu persiapan sidang Proposal untuk menjadi SJD Candidate dan lantas menulis disertasi–elemen yang tidak ada dalam gelar JD. Karena itu pula, jika gelar JD hanya ditempuh 3 tahun, untuk menggondol SJD mahasiswa harus menempuh minimal 5 tahun dan tak ada batasan maksimal kapan harus selesai selama sudah menjadi kandidat SJD (pola ini sama dengan PhD).

Secara historis JSD atau SJD dimulai di Harvard Law School pada tahun 1800an. SJD termasuk gelar paling tua. Sampai tahun 60-70an, hampir semua sarjana hukum di Amerika bergelar SJD. Namun setelah diperkenalkannya model JD, dimana S1 hukum dihapuskan, terjadi perubahan yang sangat signifikan. Sekarang mahasiswa SJD hampir 80% diambil oleh mahasiswa asing. Mahasiswa Amerika sendiri merasa cukup ambil JD atau JD plus PhD jika ingin studi lebih lanjut.

Semoga ada yang mau ambil SJD biar saya ada temannya.

Leave a Reply

%d bloggers like this: